Jumat, 17 Juni 2011

tindak tutur

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.
Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsure kalimat-kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).

1.2. Rumusan Masalah
 Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa definisi peristiwa tutur dan tindak tutur?
2.      Apa yang di maksud pragmatic dalam tindak tutur?
3.      Apa saja prinsip-prinsip dalam tindak tutur?
4.      Apa saja aturan tata bahasa dalam tindak tutur?
1.3. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan adalah:
1.      Untuk mengetahui definisi peristiwa tutur dan tindak tutur.
2.      Untuk mengetahui maksud pragmatic dalam tindak tutur.
3.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam tindak tutur.
4.      Untuk mengetahui aturan tata bahasa dalam tindak tutur
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Devinisi Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur
            Yang dimaksud peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan pokok tuturan , dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.
            Menurut pakar sosio linguistik terkenal, Dell Hymes (1972). Bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang jika huruf-huruf pertamanya digabung akan membentuk kata SPEAKING.
            Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Sedangkan scene adalah mengacu pada situasi tempat dan waktu peristiwa tutur berlangsung.
            Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, pengirim atau penerima (pesan).
            Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
            Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dari isi ujaran. Ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topic pembicaraan.
            Key, mengacu pada intonasi pertuturan, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan. Hal ini juga bisa disampaikan dengan gerk tubuh dan isyarat.
            Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang di gunakan, seperti jalur lisan, tulisan, atau yang lainnya. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang di gunakan.
            Norm of interaction and interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi.
            Genre, mengacu pada jenis dan bentuk penyampaian, seprti narasi, puisi, pepatah, doa dan sebagainya.
            Sedangkan yang dimaksud dengan tindak tutur adalah menurut Austin mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatudan bahasa dapat dipakai untuk membuat kejadian karena pada umumnya ujaran yang merupakan tindak tutur mempunyai kekuatan-kekuatan. Berdasarkan hal tersebut Austin membedakan atau mengklasifikasikan tindak tutur ke dalam tiga hal, yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur illokusi dan tindak tutur perlokusi.
            Tindak tutur lokusi  adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu kedalam arti “bekata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
            Tindak tutur illokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Biasanya tindak tutur illokusi ini berkenaan dengan perintah, ijin, janji  dan ucapan terima kasih.
            Tindak tutur perlokusi  adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari oaring lain tersebut.
2.2 Tindak Tutur Dan Pragmatik  
            Tindak tutur sebenarnya merupakan salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Fenomena lainnya dalam kahian pragmatik adalah dieksis. Dieksis adalah hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata itu yang tidak tetap atau dapat berubah dan  berpindah.  Pragmatik lazim di definisikan sebagai telaah mengenai hubungan diantara lambing dan penafsiran. Maka apakah perbedaan antara pragmatic dengan semantic?
            Keduanya memang menelaah tentang makna, namun terdapat perbadaan telaah diantara keduanya. Pragmatik menelaah makna menurut tafsiran pendengar. Sedangkan semantik menelaah makna dalam hubungannya dengan lambing bahasa.
2.3 Prinsip Dalam Tindak Tutur
            Berkomunikasi tidak selamanya berkaitan dengan masalah yang bersifat tekstual, tetapi juga interpersonal sehingga perlu disikapi sebagai sebuah fenomena pragmatik. Apa bila sebagai retorika tekstual pragmatik membutuhkan prinsip kerjasama, sebagai retorika interpersonal, pragmatic juda membutuhkan prinsip kesopanan (Wijana, 1996:56).
            Penutur dalam bertindak tutur, berusaha agar semua yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami dan tidak merugikan mitra tutur untuk mencapai tujuan. Dimana tujuan tersebut meliputi: menyampaikan infomasi , meminta informasi, memerintah, menolak, mengekspresikan perasaan, mengangkat, meminta perhatian, menyampaikan permintaan, meminta penegasan, menunjukkan rasa solidaritas, dan mengungkapkan terima kasih kepada mitra tuturnya.
            Berdasarkan tujuan dari adanya tindak tutur, maka Grice mengidentifikasi prinsip-prinsip kerjasama dalam tindak tutur sebagai berikut:
  1. Maksim Kualitas (The maxim of Quality) yaitu usaha sumbangan informasi yang benar.
ü  Jangan mengatakan sesuatu yang anda yakini salah
ü  Jangan mengatakan sesuatu yang tudak didukung oleh bukti-bukti yang kuat
  1. Maksim Kuantitas (The maxim of Kwantity) yaitu
ü  Usahakan sumbangan informasi anda sesuai dengan kebutuhan mitra tutur
ü  Usahakan sumbangan informasi anda tidak melebihi kebutuhan mitra tutur
  1. Maksim Hubungan (The maxim of Relevance) yaitu usahakan sumbangan informasi anda relevan dengan topik pembicaraan.
  2. Maksim Tata Cara (The maxim of Manner) yaitu usahakan agar sumbangan informasi anda mudah difahami artinya.
ü  Hindari ketidak jelasan
ü  Hindari ambiguitas (makna ganda)
ü  Singkat, padat, jelas, dan teratur
Di samping prinsip kerja sama, prinsip sopan santun juga harus diperhatikan dalam sebuah percakapan. Penggunaan prinsip sopan santun dimaksudkan agar dalam sebuah percakapan tidak ada yang merasa dirugikan. Kedua belah pihak saling menghormati satu sama lain. Prinsip sopan santun juga di maksudkan untuk mempertimbangkan makna sebuah tuturan atau sebuah percakapan. Menurut Leech (1993:206-207) diantara lain:
1.      Maksim kearifan (Tact makxim) dalam ilokusi impositif dan komositif
ü  Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin
ü  Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin
2.      Maksin kedermawanan (Generosity maxim) dalam ilokusi impositif dan komositif
ü  Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin
ü  Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin
3.      Maksim pujian (Approbation maxim) dalam ilokusi ekspresi dan asertif
ü  Kecamlah orang lain sedikit mungkin
ü  Pujilah orang lain sebanyak mungkin
4.      Maksim kerendahan hati (Modesty maxim) dalam ilokusi ekspresi dan asertif
ü  Pujilah diri sendiri sedikit mungkin
ü  Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin
5.      Maksim kesepakatan (Agreement maxim) dalam ilokusi asertif
ü  Usahakan agar ketidaksepakatan antara diri dan orang lain terjadi sedikit mungkin
ü  Usahakan agar kesepakatan diri dengan orang lain sebanyak mungkin
6.      Maksim simpati (Simpathy maxim) dalam ilokusi asertif
ü  Kurangilah rasa antipati antara diri dan orang lain hingga sekecil mungkin
ü  Tingkatkan rasa simpati sebanyak mungkin antara diri dan orang lain


2.4 Aturan Tata Bahasa Dalam Tindak Tutur
            Searle membedakan dua jenis aturan pada saat berkomunikasi yang di kenal dengan aturan dalam tata bahasa. Kedua aturan tersebut adalah:
  1. Aturan regulative yaitu aturan yang mengatur sikap dalam berkomunikasi, seperti halnya tata karma atau sopan santun
  2. Aturan konstitutif yaitu aturan yang mengatur sikap itu sendiri, yang tak mungkin ada jika aturan uni tidak di tegakkan, seperti halnya dalam permainan olah raga.
Searle mengemukakan Sembilan persyaratan penting agar tindak tutur seperti janji dapat dimengerti oleh lawan bicara. Ketiga dari Sembilan persyaratan tersebut masuk dalam kekuatan ilokusi. Dan lima dari Sembilan persyaratan tersebut adalah:
  1. Aturan kadar proposisi
Sebuah janji harus dapat mengatakan apa yang akan dilakukan oleh pembicara dimasa yang akan datang.
  1. Aturan pengantar I
Janji hanya boleh di ucapkan jika seorang pendengar memang menghendaki apa yang diucapkan oleh si pembicara dan jika si pembicara mempercayainya.
  1. Aturan pengantar II
Janji hanya boleh di ucapkan dengan syarat jika si pembicara tidak dapat melakukannya.
  1. Aturan ketulusan
Janji hanya boleh di ucapkan jika si pembicara bersungguh-sungguh akan melakukannya.
  1. Aturan penting
Ujaran janji bisa dikatakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh si pembicara.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan pokok tuturan , dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.
tindak tutur adalah menurut Austin mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatudan bahasa dapat dipakai untuk membuat kejadian karena pada umumnya ujaran yang merupakan tindak tutur mempunyai kekuatan-kekuatan.
Bentuk tindak tutur: lokusi, ilokusi, dan perlokusi
Pragmatik lazim di definisikan sebagai telaah mengenai hubungan diantara lambang dan penafsiran.
Prinsip kerja sama dalam tindak tutur:
ü  Maksim Kualitas
ü  Maksim Kwantitas
ü  Maksim Hubungan
ü  Maksim Tata cara
Prinsip sopan santun dalam tindak tutur:
ü  Maksim kearifan
ü  Maksim kedermawanan
ü  Maksim pujian
ü  Maksim kerendahan hati
ü  Maksim kesepakatan
ü  Maksim simpati
Aturan tata bahasa dalam tindak tutur:
  1. Aturan regulative
  2. Aturan konstitutif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar