Kamis, 26 Mei 2011

kata-kata tabu n idiom

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Bahasa adalah alat komunikasi manusia dalam melakukan interaksi dengan sesamanya dan lingkungan sosialnya. Dalam berkomunikasi, manusia pada umumnya berinteraksi untuk membina kerjasama antar sesamanya dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan mewariskan budaya dalam arti yang luas. Dalam pada itu adakalanya atau dapat dikatakan sering manusia berselisih atau berbeda pendapat antara satu dengan yang lainnya. Dari situasi dan kondisi ini manusia sebagai pemakai bahasa sering memanfaatkan bahasa atau berbagaikata-kata yang kurang dimengerti oleh lawan bicaranya, karena kata yang digunakan terdiri dari gabungan kata yang berbeda makna tetapi gabungan tadi satu maksud atau sering disebut Idiom atau kata-kata yang tidak sepatutnya diucapkan yang biasa dikenal dengan tabu. Kata-kata kasar, jorok, makian, sindiran halus dan sejenisnya sengaja atau tidak sengaja terlontar dari lidah seseorang untuk mengekpresikan segala bentuk ketidaksenangan, kebencian, atau ketidakpuasan terhadap situasi yang tengah dihadapinya.

Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang berbudaya perlu diperhatikan bagaimana seseorang mengungkapkan kata-kata dalam berbahasa yang baik khususnya mengenai penggunaan kata-kata yang bermakna kultural untuk diekpresikan dalam bahasa. Ekspresi bahasa yang ungkapkan dalam bentuk kata-kata harus tetap dalam koridor norma-norma sosial dan agama yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Ada beberapa kata-kata tertentu yang harus dihindari, baik untuk diucapkan maupun diekspresikan karena hal itu dipandang tabu dan dilarang untuk disebarluaskan.
Tulisan ini disusun untuk membahas masalah tang terkait dengan komunikasi, lebih tepatnya “idiom dan kata-kata yang dianggap tabu” yang sekiranya pantas, sopan, dan bisa dimengerti oleh lawan bicaranya, baik berupa perilaku atau ucapan, eufemisme, dan makian.

1.2   RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa definisi idiom?
2.      Sebutkan macam-macam idiom?
3.      Apa definisi kata taboo?
4.      Sebutkan jenis-jenis taboo?
1.3. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan adalah:
1.      Untuk mengetahui definisi idiom.
2.      Untuk mengetahui macam-macam idiom.
3.      Untuk mengetahui definisi kata taboo.
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis taboo.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI IDIOM
Ada beberapa pendapat mengenai penjelasan idiom, diantaranya:
1.      Menurut Munir Ba’albaki, Idiom adalah ungkapan yang mempunyai makna yang mana tidak mungkin difahami secara kata-perkata saja.
2.      Beekmaan dan Callow (1974) menjelaskan idiom yaitu ungkapan untuk dua kata atau lebih yang tidak dapat dimengerti secara harfiah dan secara semantis berfungsi sebagai satu kesatuan.
3.      Longman, Idiom adalah kumpulan kata-kata yang memiliki makna khusus yang berbeda dengan makna tiap-tiap kata dalam pengertian kata itu sendiri.
4.      Muhammad Ismail Shiniy,Idiom adalah ungkapan atau kumpulan kata yang tidak bisa kita fahami maknanya secara harfiah setiap katanya.
5.      Sbrony Rachmadie,Idiom adalah suatu ungkapan yang tidak bisa difahami dengan makna harfiyah kata-kata yang menyusunnya. Dalam hal ini idiom bisa dilihat dari makna konteks.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa, (1). Idiom bisa terdiri dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan ataupun bisa berupa ungkapan, (2). Idiom tidak bisa diterjemahkan dan difahami secara harfiyah karena kata-kata tersebut mempunyai m,akan berbeda dari kata-kata yang menjadi bagiannya, (3). Idiom harus difahami dan diterjemahkan dengan melihat konteks dan melihat padanannya dalam bahasa sasaran.
B.     Macam-macam idiom
macam-macam idiom berdasarkan konstruksi yang membentuknya menurut Kridalaksana dalam Imamuddin (2001) bisa berupa:
1.      Gabungan kata dengan preposisi
Konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain. Pengertian ini mengacu pada gabungan kata dengan preposisi seperti kata: أَخَذَ  yang bermakna mengambil, ketika kata ini bergabung dengan preposisi بـ  yang bermakna dengan dan menjadi أَخَذَبـِ bukan bermakna “mengambil dengan” tetapi bermakna “melakukan”. Di sini harus dilihat bahwa tidak bisa langsung diterjemahkan satu persatu kemudian makna kata tersebut digabungkan, tetapi gabungan kata dengan preposisi tersebut menjadi satu kesatuan yang bermakna lain dari makna kata jika berdiri sendiri, karena ketika digabungkan akan mempunyai makna yang baru.
2.      Gabungan kata dengan kata
Kontruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Pengertian ini mengacu pada gabungan kata dengan kata lain seperti kata ثَقِيْلٌ yang bermakna “berat” ketika bergabung dengan الدم yang bermakna “darah” lalu menjadi ثَقِيْلُ الدَّم, bukan berarti bermakna “berat darahnya” tetapi bermakna “tidak disukai orangnya”.
3.      Peribahasa
Ungkapan yang bisa diterjemahkan dengan penerjemahan para frase atau pengungkapan bebas mutlak dapat juga digunakan ungkapan bahasa sasaran yang selaras. (Midred L Larson, 1989: 121) Seperti menterjemahkan peribahasa (tamsil) metafora, bahasa adat atau yang lainnya. Dengan demikian penerjemahan peribahasa atau ungkapan tak perlu diterjemahkan secara harfiah, karena mungkin ungkapan tersebut tidak lazim pada bahasa sasaran, tetapi bisa dicarikan padanannya dalam bahasa sasaran atau cukup maksudnya saja. Misalnya: العَيْن بَصِيرَة واليَد قَصِيرَة terjemahan harfiah: “Mata melihat sedangkan tangan pendek”. Dapat disepadankan dengan “maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Penerjemahan ungkapan ini harus juga diselaraskan dengan ungkapan yang lazim digunakan dalam bahasa sasaran. Contoh lain: لاَتُصَعِّر خَدّكَ لِلنَّاس terjemahan harfiah: “Janganlah kamu palingkan pipimu dari manusia”. Ungkapan “memalingkan pipi” dalam bahasa Indonesia tidak lazim, maka ungkapan yang biasa dipakai adalah “memalingkan muka”.
C.     Definisi kata tabu
Konsep tentang tabu yang dipakai dalam kata-kata tabu merupakan adopsi dari disiplin ilmu antropologi. Konsep tabu itu sendiri diadopsi para ahli barat dari budaya polenisean dan budaya-budaya nusantara termasuk ke dalam kelompok ini.
1.       Menurut Mead dalam Apte (1998:986) salah satu dari banyak arti konsep tabu dalam budaya-budaya polenisean adalah larangan apa saja yang tidak membawa hukuman-hukuman melebihi keinginan dan keadaan yang memalukan yang muncul dari pelanggaran batasan-batasan ketat adat.
2.      Matthews (1997:371) adalah kata-kata yang diketahui oleh penutur, tetapi dihindari dalam sebagian atau semua bentuk atau konteks dalam sebuah tuturan karena alasan agama, kepantasan, kesantunan, dan sebagainya

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kata-kata tabu adalah kata-kata yang diketahui, tetapi dalam konteks tertentu dihindari dalam ranah publik karena alasan agama, kepantasan, kesantunan, dan sebagainya. Mengganti kata yang seharusnya dengan kata-kata dan beberapa kelompok kata yang memiliki kemiripan makna. Penggantian itu bertujuan untuk menghaluskan makna. Penghalusan makna ini sering disebut dengan istilah eufemisme. Menurut Richards, Platt, dan Platt (1997:130) eufemisme adalah penggunaan kata yang dirasakan jadi kurang menyerang atau lebih menyenangkan daripada kata lain.
D.    Jenis-jenis tabu
Tabu memegang peranan penting dalam bahasa, yang mana permasalahan ini merupakan kategori dari ilmu semantik. Ilmu ini memperhatikan tabu sebagai penyebab berubahnya makna kata. Sebuah kata yang ditabukan tidak dipakai, kemudian digunakan kata lain yang sudah mempunyai makna sendiri. Akibatnya kata yang tidak ditabukan itu memperoleh beban makna tambahan. Subyek yang ditabukan sangat bervariasi, seperti seks, kematian, eksresi, fungsi-fungsi anggota tubuh, persoalan agama, dan politik. Obyek yang ditabukan pun beragam antara lain mertua, perlombaan adu binatang, penggunaan jari tangan kiri (yang menunjukkan sinister/ancaman) dan sebagainya. Dalam hal ini untuk memudahkan pembahasan penulis ingin melihat dari segi psikologis yang melatarbelakangi munculnya istilah tabu.
Berdasarkan motivasi psikologis, kata-kata tabu muncul minimal karena tiga hal, yakni adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang membuat perasaan tidak enak (taboo of delicacy), dan sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety).

1.      Taboo of Fear
Segala sesuatu yang mendatangkan kekuatan yang menakutkan dan dipercaya dapat membayakan kehidupan termasuk dalam kategori tabu jenis ini. Demikian juga halnya dengan pengungkapan secara langsung nama-nama Tuhan dan makhluk halus tergolong taboo of fear. Sebagai contoh orang Yahudi dilarang menyebut nama Tuhan mereka secara langsung. Untuk itu mereka menggunakan kata lain yang sejajar maknanya dengan kata ‘master‘ dalam bahasa Inggris. Di Inggris dan Prancis secara berturut-turut digunakan kata the Lord dan Seigneur sebagai pengganti kata Tuhan. Nama-nama setan dalam bahasa Prancis pun telah diganti dengan eufemismenya, termasuk juga ungkapan l’Autre ‘the other one’.
Di Indonesia, masyarakat Pantai Selatan pulau Jawa memandang tabu terhadap siapa saja yang melancong atau berekreasi di pantai tersebut dengan mengenakan pakaian yang berwarna merah. Pertabuan ini disebabkan karena mereka percaya bahwa makhluk ghaib Penguasa Laut Selatan yakni Nyi Roro Kidul, yang dikenal dengan Ratu Pantai Selatan tidak suka/marah dengan pengunjung yang mengenakan baju merah dan tentunya dipercaya akan ada dampak buruk yang akan diterima oleh si pelanggarnya. Contoh kasus semacam ini tentu banyak dijumpai khususnya di Indonesia sebagai negara yang multi etnik, agama, adat-istiadat dan kebudayaan.
2.      Taboo of Delicacy
Usaha manusia untuk menghindari penunjukan langsung kepada hal-hal yang tidak mengenakkan, seperti berbagai jenis penyakit dan kematian tergolong pada jenis tabu yang kedua ini. Nama-nama penyakit tertentu secara etimologis sebenarnya merupakan bentuk eufemisme yang kemudian kehilangan nuansa eufemistisnya dan saat ini berhubungan erat dengan kata-kata yang ditabukan.
Pengungkapan jenis penyakit yang mendatangkan malu dan aib seseorang tentunya akan tidak mengenakkan untuk didengar, seperti ayan, kudis, borok, kanker. Olehnya itu sebaiknya nama-nama penyakit itu diganti dengan bentuk eufemistik seperti epilepsi, scabies, abses dan CA untuk mengganti kata kanker. Beberapa nama penyakit yang merupakan cacat bawaan seperti buta, tuli, bisu, dan gila secara berturut-turut dapat diganti dengan kata tunanetra, tunarungu, tunawicara, dan tunagrahita. Mereka yang menderita cacat tersebut akan tidak mengenakkan atau tidak santun bila dikatakan para penderita cacat, tetapi hendaknya diganti dengan para penyandang cacat.
3.      Taboo of Propriety
Tabu jenis ini berkaitan dengan seks, bagian-bagian tubuh tertentu dan fungsinya, serta beberapa kata makian yang semuanya tidak pantas atau tidak santun untuk diungkapkan. Dalam bahasa Indonesia, kata pelacur misalnya, kata seperti ini kurang nyaman didengar telinga. Maka dari itu kata pelacur bisa dieufemismekan menjadi kata tuna wisma. Dimana kata tunawisma lebih santun dari kata pelacur.




BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Idiom atau disebut juga dengan ungkapan adalah gabungan kata yang membentuk arti baru di mana tidak berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya.
Macam-macam idiom:
Ø  Gabungan kata dengan preposisi.
Ø  Gabungan kata dengan kata.
Ø  Peribahasa / ungkapan.
Kata-kata tabu adalah kata-kata yang diketahui, tetapi dalam konteks tertentu dihindari dalam ranah publik karena alasan agama, kepantasan, kesantunan, dan sebagainya.
Jenis-jenis tabu:
Ø  Taboo of Fear (adanya sesuatu yang menakutkan)
Ø  Taboo of Delicacy (sesuatu yang membuat perasaan tidak enak)
Ø  taboo of propriety (sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas)








DAFTAR PUSTAKA
  1. vektonest.blogspot.com/.../idiom-adalah-suatu-ungkapan-seperti.html
  2. eritristiyanto.wordpress.com/.../idiom-ungkapan-dan-peribahasa-dalam-bahasa-indonesia/
  3. nanoazza.wordpress.com/2008/07/03/tabu-dan-eufemisme/
  4. Soedjito,Drs.1990.Kosa Kata Bahasa Indonesia.Jakarta: PT Gramedia.
  5. www.seruu.com/index...kata-kata-tabu.../menu-id-435.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar